Senin, 23 Mei 2011

Dzatus Salasil

Peristiwa ini terjadi pada tahun kedelapan hijriah, di bulan Jumadil Akhirah, beberapa hari sesudah meletusnya perang Mu’tah, di balik lembah Wadil Qura yang berjarak sepuluh hari dari Madinah.

Sebuah berita sampai kepada Rasulullah n bahwa sepasukan orang dari Qudha’ah telah berkomplot untuk mendekati ujung kota Madinah. Rasulullah pun memanggil ‘Amr bin ’Ash.

Rasulullah berkata kepada Amr: “Hai ‘Amr Ketatkan pakaian dan senjatamu, dan menghadaplah kepadaku.”

Amr melakukannya lalu mendatangi Rasulullah yang sedang berwudhu. Kemudian beliau memandang Amr seraya berkata: “Hai ‘Amr, sungguh aku ingin mengirimmu ke satu tujuan, lalu Allah menyelamatkanmu dan memberimu ghanimah. Aku pun harapkan untukmu harta itu, harapan yang baik.”

‘Amr pun berkata: “Wahai Rasulullah, sungguh saya masuk Islam bukan karena menginginkan harta, tapi saya masuk Islam karena memang ingin berjihad dan tetap bersama anda.”

Rasulullah berkata: “Wahai ‘Amr, harta yang baik itu adalah untuk orang yang baik pula.” (HR. Al-Imam Ahmad dalam Musnad Syamiyyin)

Sikap ini menunjukkan betapa kuat iman, kejujuran, dan keikhlasan ‘Amr dalam ber-Islam, juga semangatnya untuk selalu menyertai Rasulullah

Kemudian Rasulullah membelitkan bendera putih dan menyerahkan bendera hitam kepadanya. Setelah itu beliau melepas ‘Amr bersama 300 orang Muhajirin dan Anshar. Di antaranya 30 orang pasukan berkuda.

Pasukan muslimin mulai bergerak keluar kota Madinah. Di siang hari pasukan berhenti, istirahat. Malamnya, mereka kembali melanjutkan perjalanan. Ini adalah salah satu bukti kecerdikan dan keahlian ‘Amr bin ’Ash dalam berperang. Taktik ini sangat menguntungkan pasukan muslimin karena menjaga agar stamina pasukan tetap segar, tidak dilemahkan oleh rasa haus dan panasnya matahari danmenyembunyikan gerak pasukan di malam hari dari intaian musuh.

Setibanya di persembunyian, ‘Amr mendengar banyaknya jumlah musuh. Ia pun mengirim surat kepada Rasulullah n meminta bala bantuan. Kemudian Rasulullah mengirimkan bantuan 200 orang Muhajirin, termasuk di dalamnya Abu Bakr dan ‘Umar serta mengangkat Abu ‘Ubaidah Ibnul Jarrah sebagai komandan mereka.

Musa bin ‘Uqbah menceritakan dalam Sirah-nya:Setelah bertemu ‘Amr, Abu ‘Ubaidah hendak maju mengimami pasukan, tetapi ditahan oleh ‘Amr, dia berkata: “Kalian datang kepada saya adalah sebagai bala bantuan. Saya panglima (di sini).”

Orang-orang Muhajirin berkata: “Engkau adalah komandan pasukanmu ini, sedangkan Abu ‘Ubaidah komandan orang-orang Muhajirin.”

‘Amr membantah: “Tapi kalian adalah bala bantuan yang saya minta.”

Melihat keadaan ini, Abu ‘Ubaidah yang wataknya lembut, berkata: “Engkau tahu wahai ‘Amr, terakhir yang ditetapkan Rasulullah ialah: ‘Jika engkau sampai kepada teman-temanmu, maka hendaklah kalian saling bekerja sama’, dan engkau, kalau engkau tidak mentaatiku, pasti aku tetap mentaatimu.”

Maka Abu ‘Ubaidah pun menyerahkan kepemimpinan kepada ‘Amr bin ’Ash, sejak itu, ‘Amr pun menjadi imam bagi pasukan tersebut.

Alangkah indahnya kehidupan mereka. Serba mudah dalam urusan dunia, jauh dari ambisi kepemimpinan.

Abu ‘Ubaidah sangat tanggap melihat kenyataan ini. Sekecil apapun perselisihan di dalam tubuh pasukan muslimin dalam perang Dzatu Salasil ini, pasti akan membuahkan kelemahan dan kekalahan. Sebab itulah dengan segera beliau memadamkan api perselisihan itu dengan menyerahkan kepemimpinan kepada ‘Amr.

Malam harinya, pasukan muslimin beristirahat. Sebagian mereka ingin menyalakan api unggun untuk menghangatkan badan karena saat itu sedang berlangsung musim dingin. Tetapi ‘Amr sang panglima melarang mereka bahkan mengancam: “Siapa yang berani menyalakan api unggun, akan saya lemparkan dia ke dalamnya.”

Sikap tegas ini menyusahkan pasukan tersebut, apalagi rasa dingin yang sangat menusuk. Beberapa tokoh Muhajirin membujuk ‘Amr, tapi ditanggapi dengan pedas oleh ‘Amr. Bahkan kata ‘Amr: “Kalian diperintah untuk mendengar dan taat kepada saya?”

Sahabat itu berkata: “Benar.”

“Kalau begitu, kerjakan!” kata ‘Amr.

Berita ini terdengar juga oleh ‘Umar dan membuatnya berang hingga berniat ingin mendatangi ‘Amr. Tapi kemudian, dia ditahan oleh Abu Bakr Ash-Shiddiq. Abu Bakar berkata: “Sesungguhnya Rasulullah tidak mengangkatnya menjadi panglima melainkan karena keahliannya dalam berperang, jika kau lebih baik dari ‘Amr pasti Rasulullah akan memilihmu.”

Seketika ‘Umar pun terdiam dan mempercayai ucapan Abu Bakar

Malam semakin dingin, tidak ada api yang menghangatkan. Namun ketaatan mereka kepada pemimpin luar biasa. Suka atau tidak, kesulitan seperti itu harus mereka tanggung.

Pagi harinya ketika akan melaksanakan sholat subuh semua pasukan berwudhu dengan air yang sangat dingin, akan tetapi ‘Amr justru bertayamum dan setelah itu mengimami sholat. Melihat hal tersebut Umar bin Khatab bertanya: “bagaimana mungkin dia (‘Amr) mengimami sholat dengan bertayamum padahal semua pasukan berwudhu dengan air yang sangat dingin ini ?!”

Kemudian Abu Bakar kembali menenangkan Umar dan berkata: “Sesungguhnya Rasulullah tidak mengangkatnya menjadi panglima melainkan karena keahliannya dalam berperang, jika kau lebih baik dari ‘Amr pasti Rasulullah akan memilihmu.”Mendengar jawaban Abu Bakar, ‘Umar pun terdiam dan mempercayai ucapan Abu Bakar.

Kemudian mereka mulai menyergap musuh, dalam pertempuran tersebut musuh merasakan kekuatan pasukan ‘Amr bin ’Ash dan akhirnya mereka pun lari bercerai berai. Kaum muslimin ingin mengejar mereka, namun dilarang oleh ‘Amr bin ’Ash. ‘Amr bin ’Ash justru menginstruksikan semua pasukan muslimin untuk kembali berkumpul menjadi satu kelompok. Melihat hal tersebut Umar bin Khatab kembali protes dan bertanya: “bagaimana mungkin dia (‘Amr) memerintahkan kita untuk berkumpul padahal pasukan kita sudah dekat sekali dengan kemenangan?!”

Kemudian Abu Bakar kembali menenangkan Umar dan berkata: “Sesungguhnya Rasulullah tidak mengangkatnya menjadi panglima melainkan karena keahliannya dalam berperang, jika kau lebih baik dari ‘Amr pasti Rasulullah akan memilihmu.”Mendengar jawaban Abu Bakar, ‘Umar pun terdiam dan mempercayai ucapan Abu Bakar.

Setelah perang usai dan pasukan bersiap-siap kembali ke Madinah, sang panglima mengutus ‘Auf bin Malik Al-Asyja’i menemui Rasulullah n untuk menyampaikan berita tentang keadaan pasukan dan kejadian yang ada selama di sana.

Setibanya di Madinah, ‘Auf menceritakan bagaimana Abu ‘Ubaidah menuruti ‘Amr, hingga akhirnya ‘Amr mengimami pasukan dan tetap menjadi panglima mereka. Diceritakannya pula bagaimana ‘Amr melarang pasukan muslimin menyalakan api unggun di tengah malam yang sangat dingin itu, dan mencegah mereka mengikuti musuh mereka, serta shalat bersama pasukan dalam keadaan junub.

Setelah ‘Amr dan pasukannya tiba di Madinah, Rasulullah mengajaknya bicara dan menanyakan apa-apa yang disampaikan oleh ‘Auf z. ‘Amr bin ’Ash menjelaskan kepada Rasulullah : “Saya tidak memperbolehkan mereka menyalakan api karena bisa jadi musuh akan menyadari betapa sedikitnya jumlah kaum muslimin dan persembunyian kita dapat diketahui karena cahaya dari api unggun.

“Saya melarang pasukan muslimin mengejar musuh saat kemengan sudah hampir diraih karena khawatir musuh mempunyai bala bantuan yang bersembunyi di balik bukit, sehingga kemudian berbalik menyerang pasukan muslimin.”

Dikisahkan, setelah mendengar penjelasan tersebut, Rasulullah pun memuji Allah atas tindakan ‘Amr ini.

‘Amr bin ’Ash menjelaskan lagi “ Dimalam yang dingin itu saya junub dan sesungguhnya saya mendengar Allah berfirman:

‘Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah Maha Penyayang terhadap kalian’.” (An-Nisa’: 29).

Kemudian saya membasuh kemaluan dan tayammum, setelah itu mengimami sholat. Hal itu saya lakukan karena kalau saya mandi, saya tentu mati dan hal itu akan menjatuhkan mental para prajurit karena panglima mereka mati sebelum berperang”Mendengar keterangan ‘Amr bin ’Ash, Rasulullah tertawa dan tidak mengomentarinya.

Dari kisah ini dapat diambil beberapa pelajaran, antara lain:

Semua pasukan tetap mentaati perintah ‘Amr bin’Ash dengan kepatuhan total dan pasukan muslimin percaya dengan sepenuh hati atas semua keputusan yang diambil oleh ‘Amr bin’Ash. Walaupun keputusan yang diambil ‘Amr bin’Ash terasa memberatkan tapi mereka tetap taat, bahkan Umar bin Khatab dan Abu Bakar pun tetap mentaati keputusan Amr padahal Amr baru beberapa bulan masuk Islam, Itulah bukti ketsiqohan prajurit terhadap qiyadahnya.

Betapa dalamnya pengetahuan Abu Bakar Ash-Shiddiq tentang Rasulullah, yang sudah tentu dalam hal-hal penting seperti ini, tidak mungkin bertindak sia-sia. Dan Umar juga membuktikan betapa dalam pemahaman keislamannya karena beliau tsiqoh dengan penjelasan dari Abu Bakar dan bersedia mentaati keputusan Amr.


(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Muhammad Harits dengan sedikit edit

Rabu, 11 Mei 2011

Just The Way You Are



Kafemuslimah.com

Seorang pria dan wanita menikah dan acara pernikahannya sungguh meriah. Semua kawan-kawan dan keluarga mereka hadir menyaksikan dan menikmati hari yang berbahagia tersebut. Suatu acara yang luar biasa mengesankan.

Mempelai wanita begitu anggun dalam gaun putihnya dan pengantin pria dalam jas/tuxedo hitam yang gagah. Setiap pasang mata yang memandang setuju mengatakan bahwa mereka sungguh-sungguh saling mencintai.
Beberapa bulan kemudian, sang istri berkata kepada suaminya, "Sayang, aku baru membaca sebuah artikel di majalah tentang bagaimana memperkuat tali pernikahan" katanya sambil menyodorkan majalah tersebut. "Masing-masing kita akan mencatat hal-hal yang kurang kita sukai dari pasangan kita. Kemudian, kita akan membahas bagaimana merubah hal-hal tersebut dan membuat hidup pernikahan kita bersama lebih bahagia"

Suaminya setuju dan mereka mulai memikirkan hal-hal dari pasangannya yang tidak mereka sukai dan berjanji tidak akan tersinggung ketika pasangannya mencatat hal-hal yang kurang baik sebab hal tersebut untuk kebaikkan mereka bersama.
Malam itu mereka sepakat untuk berpisah kamar dan mencatat apa yang terlintas dalam benak mereka masing-masing. Besok pagi ketika sarapan, mereka siap mendiskusikannya. "Aku akan mulai duluan ya", kata sang istri. Ia lalu mengeluarkan daftarnya. Banyak sekali yang ditulisnya, sekitar 2 halaman. Ketika ia mulai membacakan satu persatu hal yang tidak dia sukai dari suaminya, ia memperhatikan bahwa airmata suaminya mulai mengalir. "Maaf, apakah aku harus berhenti?" tanyanya.

"Oh tidak, lanjutkan" jawab suaminya. Lalu sang istri melanjutkan membacakan semua yang terdaftar, lalu kembali melipat kertasnya dengan manis diatas meja dan berkata dengan bahagia... "Sekarang gantian ya, engkau yang membacakan daftarmu".

Dengan suara perlahan suaminya berkata "Aku tidak mencatat sesuatupun di kertasku. Aku berpikir bahwa engkau sudah sempurna, dan aku tidak ingin merubahmu. Engkau adalah dirimu sendiri. Engkau cantik dan baik bagiku. Tidak satupun dari pribadimu yang kudapatkan kurang"

Sang istri tersentak dan tersentuh oleh pernyataan dan ungkapan cinta serta isi hati suaminya. Bahwa suaminya menerimanya apa adanya, Ia menunduk dan menangis.
Dalam hidup ini, banyak kali kita merasa dikecewakan, depressi, dan sakit hati. Sesungguhnya tak perlu menghabiskan waktu memikirkan hal- hal tersebut. Hidup ini penuh dengan keindahan, kesukacitaan dan pengharapan. Mengapa harus menghabiskan waktu memikirkan sisi yang buruk, mengecewakan dan menyakitkan jika kita bisa menemukan banyak hal-hal yang indah di sekeliling kita?
Kita akan menjadi orang yang berbahagia jika kita mampu melihat dan bersyukur untuk hal-hal yang baik dan mencoba melupakan yang buruk.

Cinta tak pernah memandang kekurangan orang yang kita sayangi
dan kita cintai. Cinta hanya akan membawa kebahagian dan saling berbagi untuk memahami kekurangan masing-masing. mencintai dengan apa adanya.

Cinta tak pernah menyakiti, yang sebenarnya adalah menambah kedewasaan dan cara berpikir kita untuk memandang hidup, sebagai kasih karunia Allah yang terbaik. Cintailah semua makhluk dengan harapan semua berbahagia
katakan pada pasangan kita : I Love U Just The Way You Are....
Jangan biarkan kekurangan yg kita dapati dari pasangan kita 'kan mengalahkan dan menutupi semua kelebihan, kebaikan2 dan keutamaan pasangan kita...no body perfect...

sumber http://kafemuslimah.com/article_detail.php?id=1480

Al-Khawarizmi sarjana matematik dan astronomi


AL-KHAWARIZMI dilahirkan di Bukhara. Nama sebenarnya ialah Muhammad Ibn Musa al-Khawarizmi. Selain itu, beliau dikenali juga sebagai Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Yusoff Gelaran Al-Khawarizmi yang dikenali di Barat ialah al-Khawarizmi, al-Cowarizmi, al-karismi, al-Goritmi atau al-Gorism. Nama al-Gorism terkenal pada abad pertengahan. Di negara Perancis pula al-Gorism muncul sebagai Augryam atau Angrism. Di negara Inggeris pula dia dikenali sebagai Aurym atau Augrim.

Tahun 780-850M adalah zaman kegemilangan al-Khawarizmi. Dicatatkan, beliau meninggal dunia antara 220M dan 230M. Ada yang mengatakan al-Khawarizmi hidup sekitar awal pertengahan abad kesembilan.

Dalam bidang pendidikan terbukti bahawa beliau ialah seorang tokoh Islam yang berpengetahuan luas meliputi bidang falsafah, logik, aritmetik, geometri, muzik, kejuruteraan, sejarah Islam dan kimia.

Beliau amat terkenal sebagai guru algebra di Eropah dan menciptakan pemakaian Secans dan Tangens dalam penyelidikan trigonometri dan astronomi. Dalam usia muda beliau bekerja di bawah pemerintahan Khalifah al-Ma’mun di Bayt al-Hikmah, Baghdad.

Beliau gemar bekerja dalam balai cerap untuk mendalami ilmu matematik dan astronomi serta pernah memperkenalkan angka-angka India dan cara-cara perhitungan India pada dunia Islam.

Al-Khawarizmi ialah seorang tokoh yang mula-mula memperkenalkan algebra dan hisab. Banyak lagi ilmu pengetahuan yang beliau pelajari dalam bidang matematik dan menghasilkan konsep-konsep matematik yang begitu popular sehingga digunakan pada zaman sekarang.

Antara hasil karya yang telah beliau hasilkan ialah:

1. Sistem Nombor: Ia telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin iaitu De Numero Indorum. Mufatih al-Ulum’ yang bermaksud beliau adalah pencinta ilmu dalam pelbagai bidang.

2. Al-Jami wa al-Tafsir bi Hisab al-Hind: Karya ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Prince Boniopagri.

3. Al-Mukhtasar Fi Hisab al-Jabr wa al-Muqabalah: Diterbitkan pada 820M dan ia mengenai algebra.

4. Al-Jabr wa’l Muqabalah: Penggunaan secans dan tangens dalam penyelidikan trigonometri dan astronomi.

5. Hisab al-Jabr wa al-Muqabalah: Contoh-contoh persoalan matematik dan mengemukakan 800 soalan yang sebahagian daripadanya merupakan persoalan yang dikemukakan oleh Neo. Babylian dalam bentuk dugaan yang telah dibuktikan kebenarannya oleh al-Khawarizmi.

Dalam bidang matematik, al-Khawarizmi telah memperkenalkan algebra dan hisab. Beliau banyak menghasilkan karya-karya yang masyhur ketika zaman tamadun Islam. Antara karya-karya yang beliau hasilkan ialah Mafatih al-Ulum. Sistem nombor adalah salah satu sumbangannya dan telah digunakan pada zaman awal tamadun Islam.

Banyak kaedah yang diperkenalkan dalam setiap karya yang dihasilkan. Antaranya ialah kos, sin dan tan dalam trigonometri penyelesaian persamaan, teorem segi tiga sama, mengira luas segi tiga, segi empat selari dan bulatan dalam geometri. Masalah pecahan dan sifat nombor perdana dan teori nombor juga diperkenalkan.

Bidang astronomi juga membuatkan al-Khawarizmi dikenali pada zaman tamadun Islam. Astronomi dapat ditakrifkan sebagai ilmu falak iaitu pengetahuan tentang bintang-bintang yang melibatkan kajian tentang kedudukan, pergerakan, dan pemikiran serta tafsiran yang berkaitan dengan bintang.

Penggunaan matematik dalam astronomi sebelum tamadun Islam amat sedikit dan terhad. Ini disebabkan oleh kemunduran pengetahuan matematik yang terhad kepada pengguna aritmetik dan geometri sahaja.

Al-Khawarizmi dianggap sebagai sarjana matematik yang masyhur oleh orang Islam dan ia diperakui oleh sarjana Barat. G. Sarton pernah menyatakan bahawa pencapaian-pencapaian tertinggi telah diperoleh oleh orang-orang Timur terutama al-Khawarizmi.

Wiedmann pula menyifatkan al-Khawarizmi mempunyai personaliti yang teguh dan seorang yang bijaksana. Ini membuktikan al-Khawarizmi telah memberi sumbangan yang besar dalam bidang matematik dan astronomi.


sumber http://www.ashtech.com.my/DIL/start/scholars/Al-Khawarizmi.htm