Sabtu, 06 Maret 2010

Antara Zakat & Pajak


Terdapat perbedaan pokok antara zakat dan pajak, yang menyebabkan keduanya tidak mungkin secara mutlak dianggap sama meskipun dalam beberapa hal terdapat beberapa persamaan diantara keduanya. Beberapa perbedaan mendasar tersebut diantaranya, pertama, dari segi nama. Secara etimologis, zakat berarti bersih, suci, berkah, tumbuh, maslahat dan berkembang. Sedang pajak, berasal dari kata al-dharibah yang berarti beban. Kadang kala juga diartikan sebagai al-jizyah yang berarti pajak tanah, upeti.

QS. At-Taubah[9]: ayat 29 menerangkan hal ini, ”Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasulullah SAW. Dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), yaitu orang-orang) yang diberi al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk”. Tafsir Departemen Agama RI pada catatan kaki no.638, memberikan keterangan bahwa yang dimaksud dengan jizyah adalah pajak kepala yang dipungut oleh pemerintah Islam dari orang-orang yang bukan Islam sebagai perimbangan jaminan keamanan diri mereka sendiri.

Kedua, Dari segi dasar hukum dan kewajibannya. Zakat ditetapkan berdasarkan nash-nash Al-Qur’an dan hadist nabi yang bersifat qathi’ (pasti), sehingga kewajibannya bersifat mutlak atau absolut dan sepanjang masa kepada kaum muslimin dan merupakan salah satu rukun di dalam agama Islam, sedang pajak hanya merupakan ketentuan pemerintah yang ditetapkan kepada seluruh lapisan masyarakat.

Ketiga, dari segi batas nishab dan ketentuannya. Zakat memiliki nishab (batas minimal) harta yang dikenai wajib zakat dan ketentuan nishab ini datang dari Allah SWT. Demikian juga kadar zakat yang akan dikeluarkan ditentukan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya, sedang pajak besarnya tergantung pada kebijakan dan kekuatan pemerintah baik mengenai objek, persentase, harga dan ketentuannya. Bahkan ditetapkan atau dihapuskannya pajak tergantung kepada pemerintah.

Keempat, dari segi sasarannya. Zakat harus dipergunakan untuk kepentingan mustahik yang berjumlah delapan asnaf, sedang pajak dapat dipergunakan dalam seluruh sektor kehidupan, sekalipun dianggap sama sekali tidak berkaitan dengan ajaran agama.

Letak persamaan sasaran pajak dan zakat adalah semua bidang dan sektor pembangunan yang dibiayai dari dana zakat, kecuali: (1) untuk agama non Islam, (2) untuk aliran kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (3) yang tidak mengandung taqarrab (kebajikan, kebaikan menurut ajaran Islam), dan (4) yang berbau maksiat dan atau syirik menurut ajaran Islam (Sjechul Hadi Permono, 1995). Selain itu, niat khusus yang menyertai pengeluaran zakat sebagai ibadah dan pendekatan diri kepada Allah SWT tidak dapat dipersamakan dengan niat saat membayar pajak kepada pemerintah.

Dari uraian tersebut diatas, dapatlah diketahui secara jelas bahwa zakat dan pajak, meskipun pada beberapa sisi memiliki kemiripan dan persamaan, akan tetapi pada sisi-sisi yang lain, memiliki berbagai perbedaan yang sangat mendasar. Karenanya, tidak mungkin antara keduanya dianggap sama secara mutlak. Keberadaan zakat bersifat abadi, sementara keberadaan pajak sangat ditentukan oleh kebijakan pemerintah yang dituangkan dalam bentuk undang-undang atau peraturan-peraturan lainnya dibawah undang-undang. Demikian pula zakat hanya diwajibkan kepada kaum muslimin yang memenuhi persyaratan obyek atau sumber zakat, sedangkan pajak berlaku pada setiap warga negara dengan tidak membedakan agama yang dianutnya. Demikian pula dalam aspek sasaran dan pemanfaatannya.

Wallahu’alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar