Senin, 04 Oktober 2010

KPK vs Polri

Tidak terselesaikannya segera kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen yang melibatkan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ternyata membawa efek buruk terhadap institusi KPK. Entah seperti apa posisi kasus yang sebenarnya terjadi, yang jelas saat ini institusi KPK sudah terseret ke dalam pusaran arus kasus tersebut. Berawal dari testimoni yang dibuat oleh Antasari Azhar yang kemudian dimanfaatkan oleh kepolisian sebagai bukti petunjuk adanya indikasi upaya pemerasan oleh oknum petinggi KPK yang berujung pada penahanan kedua petinggi KPK yakni, Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzam. Penahanan kedua personil KPK ini ternyata memancing reaksi keras dari masyarakat dan para penggiat pemberantasan korupsi di negeri ini, tidak hanya itu bahkan tokoh-tokoh masyarakat dan keormasan yang cukup memiliki pengaruh terhadap basis komunitasnya turut melibatkan diri dalam kasus ini dengan menjaminkan dirinya sebagai garansi untuk Bibit dan Chandra. Keadaan ini juga telah memancing keresahan diri presiden Susilo Bambang Yudoyono, bahkan pernah terlontar pernyataan SBY di media yang mengatakan bahwa dirinya merasa terusik dengan semakin membesarnya kasus ini. ”Sampai-sampai figur-figur terhormat yang selama ini tidak pernah melakukan manuver politik turut muncul dan memberikan dukungan pada KPK”. Keadaan semakin bertambah runyam pada saat persidangan uji materi undang-undang KPK terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Bibit dan Chandra dimana keduanya beraggapan bahwa salah satu pasal di dalam UU KPK yang mengatur mengenai pemberhentian pejabat KPK apabila diduga melakukan pelanggaran tindak pidana adalah bertentangan dengan UUD 1945 yang memberikan penghormatan kepada setiap subyek hukum, dengan menyatakan bahwa setiap subyek hukum sama kedudukanya didalam hukum dan pemerintahan sehingga pemberhentian pejabat KPK yang berada pada posisi status tersangka tidaklah lazim mengingat tidak demikian perlakuan terhadap pejabat-pejabat pada lembaga negara yang lainya dan itu dinilai tidak selaras dengan konstitusi yang menjadi hukum tertinggi di Indonesia.

Kasus ini semakin bertambah besar hingga melampaui batasan-batasan normatif yang menjadi pijakan dalam penyelesaian persoalan hukum sebagaimana mestinya manakala Mahkamah Konstitusi dalam persidanganya memutar rekaman percakapan hasil sadapan KPK dalam sidang terbuka untuk umum. Petikan percakapan berdurasi pendek yang diperankan oleh beberapa oknum tokoh strategis di institusi kepolisian, kejaksaan dan Oknum yang diduga Anggodo Widjojo melalui telepon seluler. Kemarahan masyarakat semakin memucak pasca pemutaran rekaman yang kemudian banyak di rilis oleh media masa tersebut. Dukung terhadap Bibit dan Chandra semakin membesar tidak sebatas kalangan aktivis bahkan akademisi dan kalangan facebookers ikut menggalang kekuatan untuk melawan institusi kepolisian yang sudah distigmakan akan melakukan kriminalisasi terhadap KPK melalui pembentukan opini media masa.

Dengan kuatnya desakan publik kepada Presiden untuk segera mengambil tindakan terhadap konflik yang dikemas seolah sebagai konflik antar institusi Polri dan KPK, pascapemutaran rekaman itu tim independen yang dibentuk berdasarkan kepres tersebut mengencangkan tarikan gasnya dengan melakukan berbagai pendekatan untuk mengetahui dan menguak apa yang melatarbelakangi penangkapan Bibir dan Chandra serta untuk mengurai benang kusut seputar kasus itu. Dengan beberapa temuan tersebut, tim independen mengeluarkan statement -statement yang mengarah pada indikasi terjadinya ketidak laziman dalam penanganan perkara Bibit-Chandra. Reaksi DPR tak mau ketinggalan kereta dalam kasus ini, DPR memanggil Kapolri dalam rapat dengar pendapat terkait kasus ini.

Melihat rangkaian kasus-kasus yang ada mulai dari Pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, Dugaan Pemerasan, dan sekarang mulai mengarah kepada kasus Bak Century atau bahkan mungkin nantinya masih ada kasus lain yang akan bermunculan terkorelasi dengan kasus yang sedang booming saat ini. Ini justru mengundang kebingungan banyak pihak. Pertanyaanya kemudian, mengapa kasus ini menjadi kait mengait dan semakin memanjang rangkaianya, yang jelas akan semakin sulit untuk mengungkap fakta-faktanya? Dan mengapa unsur politisnya seolah tebal sekali memasuki persoalan ini? Keterlibatan banyak LSM dan Politik dalam perkara ini mungkin akan semakin mengaburkan substansi hukum yang sebenarnya. Tidak kita pungkiri bahwa ada proplem profesionalitas di intansi Kepolisian dan Kejaksaan bahkan sebelumnya sudah banyak kasus yang berhasil diungkap bahkan, oknum pelakunya sudah dijebloskan ke penjara terkait ketidak profesionalisme-an oknum-oknum tersebut dalam penanganan suatu perkara hukum sehingga menimbulkan imej buruk terhadap Corps Kejaksaan dan Kepolisian. Tetapi masuknya unsur politik ke dalam ranah hukum yang seharusnya terbebas dari berbagai interfensi itu juga menimbulkan pertanyaan, mengapa harus ada tekanan politik yang sedemikian kuat dalam kasus ini? Berbagai indikasi kecurigaan ini secara psikologis juga mempengaruhi opini publik, Jika semangat penegakkan hukum yang dilakukan oleh KPK sebagai lembaga ad-hoc bentukan pemerintah berhasil memberikan bukti yang dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga hukum. Ini terlihat dari antusiasme publik dalam mendukung KPK dalam Kasus Bibit dan Chandra. tetapi efektifitas dari pemberantasan korupsi oleh KPK ternyata tidak masksimal bahkan cenderung memunculkan konflik antar lembaga. Secara psikologis ini terjadi karena mereka berada pada level kesetaraan secara tratifikasi selain juga terdapat penetangan dari oknum-oknum penikmat hasil korupsi. Akan lebih efektif jika perbaikan lembaga ini dimulai oleh presiden dengan menerapkan sikap tegas terhadap para oknum pimpinan institusi yang terbukti bersalah. Saya rasa presiden lebih berwibawa apalagi sistem politik saat ini mendukung untuk itu, selain presiden dipilih langsung oleh rakyat mayoritas, sistem pemerintahan yang dibangun SBY adalah sistem presidensil.

Atmosfir bisnis adalah titik paling rawan yang akan terdampak dari polemik dan blunder dari lemahnya penegakkan hukum ini.sektor bisnis akan sangat mengalami kepanikan luar biasa ketika persoalan-persoalan hukum tidak teratasi sesuai koridor yang benar dan menghasilkan putusan yang dapat menjadi representasi rasa keadilan umum. Persoalan ekonomi adalah persoalan strategis dan sensitif karena menyangkut kebutuhan pokok manusia sehingga apabila implikasi dari carut-marut penegakan hukum ini berimbas kepada banyak elemen-elemen strategis budaya hukum yang sudah ada akan melemah dan cenderung berubah menjadi anarkis. Wacana peoples power adalah warning kepada pemerintah, semangat perbahan yang ada dan hidup di tengah-tengah masyarakat saat ini apabila tidak direspon dengan baik, maka akan muncu cara dan kekuatan yang berbeda untuk merealisasikan perubahan di negeri ini.

Tudingan pak beye menjadi dalang pengkebirian KPK ini muncul karena ditengarai audit BPK terhadap KPK terus berlanjut atas perintah presiden. Selain itu pula dalam kunjungan pak beye ke media kompas juga melontarkan pernyataan terbuka jika KPK terlalu berlebihan di dalam menjalankan wewenangnya, KPK bagi pak beye adalah lembaga superbody di atas lembaga lainnya.

Dalam satu wawancara eksklusif oleh salah satu media TV dengan menghadirkan pak beye terkait sikap pemerintah di dalam pemberantasan korupsi, di mana pada saat itu besan pak beye aulia pohan sedang dalam penanganan KPK atas tuduhan korupsi dilingkungan bank Indonesia. Dalam wawancara tersebut pak beye terkesan berputar-putar dan kurang tegas, terlihat gamang dalam penangan korupsi. Ketika ditanya sikap pemerintah dan pak beye atas kasus keluarganya, alih-alih pak beye memberikan pernyataan tegas di dalam pemberantasan korupsi, malah meminta para keluarganya agar tabah dan berdoa agar kasus ini berjalan dengan baik sesuai prosedur hukum karena bisa saja kasus ini tidak terbukti benar.

Sejak dulu selalu terjadi konflik kewenangan antara Polisi, Kejaksaan, dan KPK, setiap lembaga seperti menjadi zombie bagi lembaga lain. KPK pasca vonis pidana terhadap kasus korupsi aulia pohan, KPK mulai dianggap berlebihan dan nampaknya mulai dipreteli, tak tanggung-tanggung itu dilakukan sendiri oleh pak beye dan pihak kepolisian. kasus ketua KPK antasari juga menuai kontroversi, apa mungkin hanya karena cinta segi tiga, antasari menjadi seorang penderita psikopat, lalu melakukan pembunuhan. Lewat kasus antasari inilah menjadi entri point untuk melemahkan dan mengkebiri wewenang KPK selama ini.

Penetapan dua pimpinan KPK Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto sebagai tersangka penyalahgunaan wewenang ternyata berawal dari laporan ketua KPK non-aktif Antasari Azhar. Namun, sepanjang pemeriksaan, polisi menemukan pelanggaran lain. Dalam testimoni antasari di depan kepolisian menuturkan bahwa pimpinan KPK menerima suap atas beberapa kasus korupsi.

Wakabag Bareskrim Irjen Pol Dikdik Mulyana Arifmansyur menuturkan kronologi penetapan tersangka terhadap kedua pimpinan KPK itu. Dikatakannya, semua ini berawal dari laporan Antasari yang mengatakan adanya tindakan suap yang dilakukan beberapa pimpinan KPK. “Dalam perjalanan penyidikan, walau laporan belum terbukti, ternyata yang mampu dibuktikan adanya tidak pidana yang dilakukan oleh Alim Muladi (kurir Anggoro Wijaya). Kemudian dalam perjalanan tersebut, juga ada tindak pidana lain yang kami temukan, meskipun dinilai seolah ada pergesaran dari laporan penyuapan anggota KPK ke kesalahan penggunaan wewenang oleh anggota KPK, namun fakta yang didapat saat ini bahwa adanya fakta pencekalan Anggoro Wijaya dan Djoko Tjhandra padahal belum termasuk subjek maupun perkara yang sedang disidik oleh KPK.

“Berdasarkan pasal 12 UU KPK, jika mengacu pada pasal itu pencekalan harus dalam rangka penyelidikan atau penuntutan, jika tidak ada status tersebut kemudian dicekal berarti ada pencekalan yang tidak sesuai prosedur, sehingga pencekalan yang dilakukan Chandra telah menyalahi pasal 21 ayat 5. kemudiam dari pasal 12 pencekalan harus diputuskan oleh pimpinan secara kolektif, karena pimpinan KPK sifatnya kolektif,” pungkasnya. Namun, lanjut Dikdik, karena pencekalan Anggoro dilakukan sendiri oleh Chandra maka itu dianggap telah melakukan tindak pidana penyalahgunaan wewenang. “Begitu juga yang dilakukan Bibit yang melakukan cekal terhadap Djoko Tjandra,” terangnya. Dikdik menilai, sebenarnya masalah ini singkat, hanya karena Chndra dan Bibit melakukan pencekalan tidak sesuai prosedur dan juga melakukan penyahgunaan kewenangan.

Dari kronologi penetapan dua pimpinan KPK Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto sebagai tersangka dapat disimpulkan dilakukan bukan karena keduanya terbukti menerima suap seperti tuduhan testimoni antasari tetapi karena hanya penyalahgunaan wewenang di dalam pasal pencekalan terhadap Anggoro Wijaya dan Djoko Tjhandra. Dari hasil pemeriksaan kepolisian ini testimoni antasari mengundang pertanyaan besar dibaliknya, kenapa beliau tega menuduh koleganya menerima suap yang tidak terbukti benar. Disinyalir oleh berbagai pihak antasari telah menjadi pion bagian dari scenario sandiwara ini mengobok-obok KPK.

Sementara pada peristiwa lain sebelum pihak kepolisian melakukan pemeriksaan atau invetigasi atas ke empat Pimpinan KPK, ditengarai Kombes DS oleh KPK telah menerima suap sebesar 1 milyar lebih atas kasus skandal century. Dana ini disinyalir untuk meloloskan pemilik bank century Hesham Al Warraq Thalat dan Rafat Ali Rijvi melarikan diri ke luar negeri.

Kemesraan pak beye dengan kepolisian akhir-akhir ini terjalin dengan apik, “ini bukan isu, rumor dan gossip, ini adalah fakta intelejen kalau saya menjadi target penembakan teroris,” demikian pidato pak beye menanggapi peledakan bom kuningan dengan mengungkap hasil temuan intelejen kepolisian. Sandiwara ini berlanjut di dalam penggerebekan satu orang teroris di temanggung dan jatiasih dengan pasukan komplit dan persenjataan lengkap serta disiarkan secara live selama 8 jam. Hasilnya polisi mengungkapkan kalau cikeas menjadi target selanjutnya di dalam peledakan bom pada tanggal 18 agustus, walau pun tanda-tanda ke arah ini juga tidak terbukti.

DAMPAK YANG DITIMBULKAN DARI KONFLIK KPK VS POLRI

kesemrawutan perkara ini justru semakin membingungkan masyarakat yang kemudian memunculkan pertanyaan mendalam dalam diri mereka. Seperti apakah sebenarnya wajah penegak hukum kita, dan seberapa independenkah lembaga hukum indonesia. Sebab ketika sebuah lembaga hukum tidak memiliki kewibawaan untuk melakukan penanganan perkara-perkara yang terjadi di masyarakat sesuai koridor hukum, dampaknya kepercayaan publik akan merosot terhadap lembaga hukum. Dan ketika independensi hukum sudah terkontaminasi unsure-unsur politik yang memiliki cara pandang berbeda terhadap sebuah kasus, maka hukum gagal menjadi sarana pencari keadilan bagi masyarakat. Dan dampak keluarnya dapat juga mengakibatkan munculnya efek ketakutan bagi investor untuk masuk ke Indonesia.

SOLUSI

Problem gagalnya Law Enforcement di indonesia adalah menjadi tanggung jawab bersama seluruh element yang terkait di dalamnya. Unsur Law enforcement sendiri adalah, Peraturan yang memadai, Aparatur penegak hukum yang kredible dan profesional, budaya hukum masyarakat dan lingkunganya sendiri. Nah problem di indonesia ini sudah merata dalam arti daya dukung setiap element terhadap optimalisasi penegakkan law enforcement tidak maksimal. Seperti aturan hukum kita masih banyak tumpang tindih atara yang satu dengan yang lainya bahkan ada yang kontrario (bertentangan), Moralitas aparatur penegak hukumnya juga masih rendah, standarisasi yang dijadikan tolok ukur untuk kompetensi pemimpin institusi masih kabur dan masih kuat unsur politisnya dalam menentukan figur pemimpin instansi penegakkan hukum, budaya hukum masyarakatnya juga masih sangat rendah. Masyarakat cenderung rekasioner dan memandang hukum masih sebagai pembatas bukan kesadaran yang mucul dari dalam diri pribadi masyarakat.

Jadi kalau kita obyektif dalam melihat persoalan penegakkan hukum di negeri ini, maka semua elemen yang seharusnya mendukung Law Enforcement masih bermasalah. Diperlukan kesadaran bersama untuk berbenah kearah yang lebih baik.

Karena kita berada dalam lingkup subuah negara yang dipimpin oleh seorang Presiden dan hirarki ke bawahnya terdapat pemimpin-pemimpin pada setiap lembaga negara, maka semangat perubahan yang saat ini sudah membesar ini harus ditangkap dan realisasinya dipimpin oleh pemimpin yang tertinggi dan turun kepada pemimpin yang ada dibawahnya sampai tingkat terendah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar